Indonesia jadi Negara Paling Religius di Dunia Tapi 'Nakal'

Indonesia Religius tapi nakal
Harvey Moeis dan Sandra dewi (kiri), Jaksa Pinangki (tengah), Gus Miftah (kanan)
0 Komentar

Ironisnya, tokoh yang seharusnya menjaga moralitas digital justru terciduk terlibat dalam jaringan judi online. Bukannya menjadi pengayom, mereka malah memperburuk keadaan, membuktikan bahwa korupsi moral tak mengenal batasan jabatan.

Judi online telah menjadi wabah. Ini bukan sekadar tentang individu yang kalah taruhan, tetapi tentang masyarakat yang kehilangan arah. Kita sering mengaku religius, tetapi fakta berbicara sebaliknya. Kenapa? Karena simbol religiositas seringkali hanya menjadi hiasan, bukan landasan moral.

Masyarakat kita haus akan kekayaan instan, dan judi online menawarkan ilusi kemenangan besar dengan modal kecil. Namun, di balik janji itu, ada jerat yang perlahan namun pasti menghancurkan. Uang habis, hutang menumpuk, dan rasa malu menghantui. Tapi lebih dari itu, judi online menggerogoti sesuatu yang lebih berharga, yaitu harga diri dan moralitas.

Baca Juga:Film Horor Aplikasi Iblis Garapan Dimas Anggara Siap Tayang di BioskopReview Spesifikasi Vivo V50 5G: Desain Premium Penuh Keunggulan Fitur Menarik, Segini Harganya

Yang lebih tragis, para pemain judi online seringkali berasal dari kelompok masyarakat yang paling rentan, seperti mereka yang mengalami tekanan ekonomi, anak muda yang terjebak dalam gaya hidup glamor, atau orang-orang yang putus asa dalam keadaan mereka. Mereka tidak hanya kehilangan uang, tetapi juga kehormatan diri. Dalam beberapa kasus, perjudian ini berakhir dengan tindakan kriminal, kehancuran keluarga, atau bahkan bunuh diri.

Media sosial, yang seharusnya menjadi tempat berbagi kebaikan, justru menjadi ladang promosi judi online. Iklan-iklan ini menyamar dengan halus, menggunakan tokoh-tokoh populer sebagai pengumpan, memanfaatkan kelemahan masyarakat yang lebih percaya pada figur daripada fakta.

Pertanyaannya adalah, di mana kita berada di tengah situasi ini? Kita tahu judi adalah hal yang haram, kita tahu itu salah, tapi kita diam. Kita membiarkan anak-anak muda kita terjebak dalam ilusi kemenangan palsu. Kita membiarkan mereka memandang keberuntungan sebagai jalan keluar, bukan doa dan usaha.

5. Religius tapi Nakal

Fenomena religius tapi nakal tidak hanya berhenti pada individu, tetapi juga mencerminkan kenyataan yang jauh lebih kelam. Kasus pelecehan seksual di pesantren, tokoh agama yang saling melontarkan umpatan kasar, hingga kontroversi dari mereka yang seharusnya menjadi teladan, menunjukkan betapa moralitas kita terkikis.

0 Komentar