Tidak ada yang namanya cancel culture di negeri ini. Contohnya, anak pejabat yang hidup mewah tidak pernah dikeluarkan dari universitas, tidak kesulitan mendaftar ke kampus baru, ataupun kesulitan mendapatkan pekerjaan. Ibunya pun tidak pernah dikeluarkan dari komunitas sosialita atau arisan mewah. Nama-nama keluarga mereka pun tidak pernah masuk dalam daftar hitam imigrasi agar mereka tidak bisa bepergian ke luar negeri.
Lalu faktanya? Tidak ada, tidak ada satu pun sanksi berarti yang diberikan kepada keluarga para koruptor. Serius, bukankah menyenangkan menjadi bagian dari keluarga koruptor? Dan itu baru satu contoh dari sekian banyak anak pejabat koruptor di Indonesia yang selama ini hidup mewah, bergelimang harta, dan bersikap hedonis—semua dari hasil pajak rakyat.
Yang lebih konyol lagi, di Indonesia anak-anak pejabat koruptor ini masih dengan mudah bisa menjadi calon legislatif. Pada 2 Oktober 2024, anak dari Setya Novanto dilantik menjadi anggota DPR termuda dengan kekayaan mencapai Rp69 miliar. Padahal, ayahnya membesarkan dia dengan uang haram hasil dari korupsi e-KTP, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun.
Baca Juga:Sejarah Dwifungsi ABRI Sebagai Cikal Bakal RUU TNI yang Hancurkan Demokrasi3 Teori Alam Semesta dan Kehidupan di Luar Planet Bumi
Dan tahukah Anda apa yang lebih memprihatinkan dari semua ini? Yang lebih parah adalah rakyat-rakyat pragmatis yang tetap memilih anak koruptor itu menjadi wakil rakyat. Untuk menjadi anggota legislatif, seseorang membutuhkan dukungan dari partai politik dan suara dari rakyat. Pada pemilu sebelumnya, anak dari Setya Novanto berhasil memperoleh lebih dari 58.000 suara dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pertanyaan kami: apakah benar di NTT tidak ada orang yang lebih cerdas, lebih bijaksana, dan memiliki rekam jejak yang lebih baik dari beliau? Benarkah kita kekurangan orang-orang berkualitas? Lalu ada yang berkata, “Tapi kan yang korupsi itu bapaknya, bukan dia.” Ah, omong kosong! Negara ini bukan kekurangan orang pintar—negara ini kekurangan orang jujur.
Jika ada seseorang yang latar belakang keluarganya sudah bermasalah, tinggalkan saja. Kami yakin, masih banyak orang di Indonesia yang jauh lebih cerdas dan memiliki integritas dibandingkan mantan koruptor dan keluarganya. Namun pada akhirnya, mungkin negara ini memang tidak membutuhkan orang-orang yang pintar sekaligus amanah.