Lebih janggal lagi, BPN Kabupaten Sukabumi baru menerbitkan surat pemblokiran SHM pada 20 Agustus 2025 — atau 78 hari kalender sejak permohonan diajukan. “Penerbitan blokir yang terlambat ini diduga untuk menyembunyikan perbuatan melawan hukum, sehingga peralihan SHM tetap dilakukan,” ungkapnya.
Dia juga menyebut adanya dugaan penyalahgunaan data pribadi, termasuk pembukaan nomor EFIN klien untuk keperluan peralihan hak. “Siapa yang membuka akses EFIN klien kami, kami tidak tahu. Semua lembaga yang kami mintai dokumen menolak memberikan jawaban, padahal kami sudah menyurat resmi,” lanjut Amiruddin.
Menurut Amiruddin, salah satu modus mafia tanah dalam kasus ini ialah tidak mencatat blokir SHM atau menghapus blokir tanpa izin, Menggunakan kembali Surat Kuasa Menjual Nomor 04, padahal telah dibatalkan, Menggunakan surat kuasa mutlak yang jelas dilarang berdasarkan PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Baca Juga:Akses Jalan ke Desa Sirnajaya Putus Akibat Longsor, Mobilitas Warga TergangguKapolsek Simpenan Pimpin Evakuasi Longsor Agar Arus Lalu Lintas Lancar
“Ini bukan kesalahan administratif biasa. Indikasi tindak pidana korupsi sangat kuat dalam proses peralihan tanah klien kami,” tegasnya.
Amiruddin mengimbau warga yang mengalami kasus serupa untuk segera mencari bantuan hukum agar tidak menjadi korban berikutnya. “Masyarakat yang menjadi korban mafia tanah bisa menghubungi kantor hukum ADM atau nomor 085311085358. Kami akan membantu semaksimal mungkin,” pungkasnya. (mg5)
