SUKABUMI – Pemkot Sukabumi berencana menaikkan nilai jual objek pajak (NJOP). Langkah itu dilakukan untuk mendongkrak pendapatan pajak lantaran akibat pandemi covid-19 berdampak pengurangan berbagai bantuan keuangan dari pemerintah pusat maupun provinsi.
“NJOP saat ini bisa dikatakan tidak rasional. Tentu dengan kenaikan NJOP akan berdampak terhadap pendapatan pajak di Kota Sukabumi,” Wali Kota Sukabumi, Achmad Fahmi, usai menghadiri acara Forum Group Discussion (FGD) di Balai Kota, Jumat (7/1).
Namun, sebelum rencana itu diterapkan, Pemkot Sukabumi meminta berbagai masukan dari berbagai elemen atau unsur Pentahelix seperti kalangan akademisi, perbankan, pengusaha, dan unsur lainnya melalui FGD. Hasil kegiatan, semua unsur bersepakat dengan rencana menaikkan NJOP. “Tapi ada beberapa toleransi atau kemudahan bagi wajib pajak yang mengajukan keberatan,” ucapnya.
Baca Juga:Vaksinasi Anak Usia 6-11 Tahun Ditarget Selesai 2 PekanPemprov Gelontorkan Dana Rp33 Miliar, Bantu Pembangunan Pasar Lembursitu, Alun-alun, dan Lapang Merdeka Kota Suabumi
Misalnya penetapan NJOP tidak akan disamaratakan di satu wilayah. Sebab, tidak semua warga kondisi ekonominya mampu.
“Jadi tetap akan ada ruang-ruang untuk komunikasi,” ucapnya.
Penaikan NJOP akan memiliki nilai bervariatif tergantung wilayah. Untuk saat ini, kenaikan NJOP akan diprioritaskan di tiga kawasan yakni perumahan, kavling, dan bangunan rumah di ruas jalan utama. “Yang jelas dinaikannya ini tidak untuk seluruh warga Kota Sukabumi,” sebutnya.
Dasar kenaikan NJOP di Kota Sukabumi dilatarbelakangi penilaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kemandirian ekonomi yang masih bergantung kepada pemerintah pusat dan provinsi. Hasil penilaian KPK, sambung Fahmi, Kota Sukabumi tidak rasional menetapkan target pendapatan daerah, di antaranya dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Atas dasar itu kita coba maksimalkan kembali pendapatan daerah dari PBB,” ujar Fahmi.
Kemudian, dari sisi kemandirian, Pemerintah Kota Sukabumi dinilai kurang dalam pendapatan daerah. Pasalnya, Kota Sukabumi masih bergantung kepada pemerintah pusat melalui dana perimbangan seperti DAU, DAK, dan DID serta bantuan keuangan dari Pemprov Jabar.
Kondisi ekonomi Indonesia pun belum stabil sehingga berpengaruh terhadap kondisi daerah. Pengurangan anggaran kepada daerah jadi lebih kecil. Untuk itu diperlukan kemandirian ekonomi suatu daerah untuk memaksimalkan potensi pajak.