SUKABUMI EKSPRES – Ratusan massa Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi mendatangi kantor Badan Pusat Statistik (BPS) di Jalan Raya Karangtengah, Kecamatan Cibadak, Rabu (22/11) lalu.
Ketua SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi, Mochammad Popon mengatakan, kurang lebih ada 300 orang buruh yang saat ini datang bertujuan untuk mempertanyakan data-data yang digunakan jadi variabel penentuan upah minimum tahun 2024.
Karena menurutnya, kenaikan upah yang hanya dikisaran Rp30 ribuan itu didasarkan pada data inflasi, pertumbuhan ekonomi dan rata-rata konsumsi rumah tangga yang dikeluarkan oleh BPS.
Baca Juga:Ratusan Buruh Kawal Rapat Dewan Pengupahan Kabupaten SukabumiDPP Golkar Mandatkan Empat Nama Maju pada Pilwalkot Sukabumi
“Hari ini, SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi melakukan audiensi dengan BPS Kabupaten Sukabumi dengan melibatkan perwakilan dari masing-masing perusahaan sekitar 300 orang,” ujarnya.
Dari hasil audiensi buruh dengan BPS Kabupaten Sukabumi, Popon menilai bahwa data BPS diindikasikan tidak kredibel. Pasalnya, dari satu komponen saja misalnya kebutuhan makan nasi, hasil survei BPS itu hanya Rp2 ribu untuk makan 3 kali setiap hari untuk setiap orangnya atau anggota rumah tangga.
“Sementara data real yang ada saat ini harga beras saja sudah Rp13 ribu sampai Rp15 ribu per liternya. Jadi angka Rp2 ribu untuk kebutuhan makan nasi 3 kali sehari sangat tidak masuk akal,” imbuhnya.
Untuk itu, lanjut Popon, SP TSK SPSI Sukabumi menolak penentuan upah minimum kabupaten yang tidak naik disebabkan oleh konsumsi rata-rata rumah tangga masyarakat Kabupaten Sukabumi yang hanya Rp1.253.479.
“Iya, karena sangat tidak adil dan tidak manusiawi kalau buruh yang ada di Kabupaten Sukabumi yang hidupnya sudah susah, harus menanggung kebutuhan konsumsi rata-rata rumah tangga di Kabupaten Sukabumi,” paparnya.
Sebab itu, Ia menilai mengenai urusan pendapatan, konsumsi dan pemenuhan kebutuhan, itu bukan tanggung jawab buruh. Tetapi merupakan tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini tanggung jawab bupati sebagai kepala daerah Kabupaten Sukabumi.
Jangan sampai kegagalan pemerintah daerah yang tidak bisa meningkatkan pendapatan rakyatnya dibebankan kepada buruh yang hidupnya udah susah,” pungkasnya. (IST/SZ)