SUKABUMI EKSPRES – Nisfu Sya’ban atau lailatul maghfirah, adalah suatu peristiwa yang istimewa bagi sebagian umat Islam. Namun, perayaannya tidak memiliki dasar kuat dalam Al-Qur’an atau hadis sahih.
Beberapa ulama menyatakan bahwa peringatan Nisfu Sya’ban ini memiliki dasar dalam beberapa hadis yang lemah atau dha’if.
Nah dalil yang sering dikutip terkait Nisfu Sya’ban adalah hadis berikut:
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Pada malam pertengahan bulan Sya’ban, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun pada malam hari dan beliau mengerjakan shalat.
Baca Juga:Keseruan Berlibur di Kiara Artha Park: Wisata Dekat Stasiun BandungBesok Weekend! Yuk Liburan Ke Wisata Dekat Stasiun Bandung, Ada Apa Aja Ya?
Lalu beliau bersabda, ‘Ini malam pertengahan Sya’ban. Allah memandang kepada makhluk-Nya pada malam ini dan memberi ampunan kepada seluruh makhluk, kecuali dua orang yang saling bermusuhan, atau dua orang musyrik.
Allah berfirman, ‘Tinggalkanlah keduanya hingga mereka berdamai.’” (HR. at-Tirmidzi dan al-Albani mengatakan bahwa hadis ini dha’if)
Meskipun ada beberapa riwayat terkait dengan keutamaan malam Nisfu Sya’ban, sebagian besar ulama menyatakan bahwa hadis-hadis tersebut lemah.
Lemah disini bermaksud dalam sanadnya, sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk amalan khusus pada malam tersebut.
Terkait asal usul sejarah lailatul maghfirah, perayaan ini lebih banyak berkembang sebagai tradisi dan kebiasaan di masyarakat Islam, terutama wilayah Asia Selatan dan Timur Tengah.
Tidak ada catatan sejarah yang pasti atau dalil yang kuat dari masa awal Islam, yang menunjukkan bahwa malam lailatul maghfirah ini dirayakan sebagai ritual yang diwajibkan.
Namun, perlu diingat bahwa pandangan dan praktik terkait dengan lailatul maghfirah ini dapat bervariasi, di berbagai komunitas dan mazhab dalam Islam.
Baca Juga:Sisters In ARMS: Sinopsis, Fakta Menarik, dan Deretan PemainnyaReview Blade II: Blood Hunt, Tayang Malam Ini di Bioskop Trans TV
Beberapa ulama mungkin mendukung amalan tertentu terkait Nisfu Sya’ban, sementara yang lain mungkin menolaknya berdasarkan evaluasi terhadap dalil-dalil yang ada.