SUKABUMI EKSPRES– Para jurnalis di Sukabumi aksi damai menolak RUU Penyiaran.
Aksi yang digelar Rabu (22/5) itu melibatkan para jurnalis di berbagai organisasi profesi yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Sukabumi, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Sukabumi Raya, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Biro Sukabumi.
Mereka berunjuk rasa ke Balai Kota dan DPRD setempat. Di kedua tempat itu mereka berorasi menyuarakan aspirasi karena pada revisi RUU Penyiaran terdapat sejumlah pasal kontroversial yang berpotensi mengancam kebebasan pers.
Baca Juga:Anggarkan Rp30 Miliar per Tahun untuk Gaji P3KPemkot Sukabumi Kembali Raih WTP
Koordinator lapangan, Herlan Heriyadi,mengatakan sebelumnya baik PWI, IJTI dan AJI sudah melakukan koordinasi untuk menggelar aksi.
Herlan menegaskan selama ini tugas-tugas jurnalistik berada di bawah kewenangan Dewan Pers.
Namun, draf RUU Penyiaran ini dinilai bisa memunculkan tumpang tindih kewenangan antara Dewan Pers dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Kami para insan jurnalis Sukabumi menyepakati untuk menolak revisi RUU Penyiaran. Kami meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform. Mendesak unsur Forkopimda Kota Sukabumi, khususnya DPRD Kota Sukabumi berkirim surat kepada Komisi I DPR RI terkait penolakan RUU Penyiaran,” tegas Herlan.
Ketua IJTI Korda Sukabumi Raya, Apit Haeruman, menambahkan RUU Penyiaran yang tengah dirancang mengandung beberapa masalah yang sangat mengkhawatirkan bagi kebebasan pers maupun keberagaman konten dan mengancam kreativitas di ruang digital di Indonesia.
Misalnya pada Pasal 56 ayat 2 RUU Penyiaran mengancam kebebasan pers dengan larangan terhadap penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
“Tentunya dalam pasal ini dapat menghambat upaya jurnalis untuk mengungkap kebenaran dan menyampaikan informasi yang independen bagi masyarakat,” ujar Apit.
Baca Juga:Masih Didata Penerima Bantuan Renovasi RutilahuTTE Upaya Digitalisasi Tata Kelola Pemerintahan
Pun pada Pasal 50 B ayat 2 huruf k tentang penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.
Pasal ini menimbulkan berbagai penafsiran, terutama menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik.
“Kami memandang pasal ini multitafsir dan membingungkan. Ini akan menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi pers,” bebernya.