DPR Sebut UU Cipta Kerja Berkontribusi Picu Bencana

Istimewa
SOFWAN ZULFIKAR/SUKABUMI EKSPRES drh. Slamet Anggota DPR RI
0 Komentar

SUKABUMI — Bencana banjir melanda sejumlah wilayah di Kota Sukabumi akhir-akhir ini. Kejadian itu mendapat sorotan dari anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), drh. Slamet.

Wakil rakyat itu menilai akar persoalan bencana ekologis tersebut tidak bisa dilepaskan dari regulasi yang lahir melalui Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja. Menurutnya, regulasi UU Cipta Kerja justru memberi ruang semakin terbukanya kerusakan lingkungan, khususnya di sektor kehutanan dan tata guna lahan.

Kondisi banjir yang kian sering terjadi seharusnya menjadi momentum refleksi nasional untuk melakukan apa yang disebutnya sebagai ‘taubatan ekologi’.

Baca Juga:Ratusan Warga Bencana di Sukabumi masih MengungsiBencana Hidrometeorologi Terjang 15 Kecamatan, Dipicu Curah Hujan Tinggi

“Bencana ini harus menjadi refleksi bersama. Kita perlu taubatan ekologi, sekaligus mengevaluasi regulasi yang ada saat ini. Banyak ketentuan dalam Undang-undang Cipta Kerja yang justru memberi ruang terjadinya bencana ekologis,” tegas Slamet, kemarin (21/12).

Salah satu poin krusial pada UU Cipta Kerja adalah dihapusnya ketentuan tutupan hutan minimal 30 persen. Selain itu, sanksi terhadap pelanggaran lingkungan dinilai semakin ringan karena lebih bersifat administratif.

Kondisi tersebut, menurutnya, memperlemah efek jera dan membuka peluang semakin masifnya alih fungsi kawasan hutan.

Tak hanya itu, Slamet juga menyoroti berkurangnya peran DPR RI dalam pengawasan kehutanan.

Dalam Undang-undang Cipta Kerja, keputusan strategis terkait pelepasan dan alih fungsi kawasan hutan cukup ditentukan oleh eksekutif, tanpa melibatkan legislatif. “Ini membuat proses alih fungsi lahan semakin mudah dan minim kontrol,” katanya.

Komisi IV DPR RI saat ini tengah menggalang langkah politik untuk mendorong revisi UU Cipta Kerja. Salah satunya melalui pembentukan panitia kerja (panja) alih fungsi lahan, yang diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi revisi terhadap Omnibuslaw tersebut.

“Masalahnya memang Undang-undang Omnibuslaw ini tidak sederhana untuk direvisi karena sifatnya menyeluruh. Tapi kami di DPR RI, khususnya di Komisi IV, sudah memutuskan ada panja alih fungsi lahan, dan salah satu rekomendasinya nanti kita dorong revisi Undang-undang Cipta Kerja,” tegasnya.

Baca Juga:PLN Sukabumi Resmikan Pengoperasian PLTMH Kertamukti ke Penyulang Bagbagan, Dukung Energi TerbarukanPLN Sukabumi Hadir untuk Masyarakat, Gelar Bazar Murah dan Dukung UMKM Bangki

Selain kehutanan, dampak paling nyata dari Undang-undang Cipta Kerja, menurut dia, juga terlihat pada pelemahan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Ia menilai Amdal dibuat terlalu ringan, sehingga partisipasi publik semakin dikecilkan. Akibatnya, pengawasan lingkungan menjadi lemah dan banyak aktivitas usaha yang secara formal legal, namun secara praktik merusak lingkungan.

0 Komentar