SUKABUMIEKSPRES– Ada wacana Pilkada serentak maju dari November ke September. Beban penyelenggara pun akan bertambah.
Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak telah ditetapkan digelar pada 25 November 2024. Baik pemilihan bupati, wali kota, maupun gubernur. Namun, ada wacana memajukan pilkada serentak tersebut menjadi September 2024.
BACA JUGA: Megawati dan Koalisi Tunjuk Ketua KADIN Arsjad Rasjid Ketua TPN Ganjar
Baca Juga:Megawati dan Koalisi Tunjuk Ketua KADIN Arsjad Rasjid Ketua TPN GanjarKPK Usut Korupsi Kemenaker di Era Cak Imin
Bahkan, pemerintah disebut-sebut telah menyerahkan draf perubahan regulasi itu ke DPR RI. Rencana itu pun memicu pro dan kontra.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menyatakan, pihaknya belum mempelajari dasar munculnya wacana itu.
Namun, dia menegaskan, biasanya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terbit ketika ada kegentingan yang memaksa.
BACA JUGA: DPR-KPU Tolak Tunda Pilkada, Bawaslu Disebut Lampaui Kewenangan
“Pada dasarnya, penentuan suatu keadaan itu genting dan memaksa atau tidak berdasar Pasal 22 UUD 1945 itu menjadi hak subjektif presiden,” kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut kepada awak media.
Karena itu, lanjut Mahfud, bila presiden menilai ada suatu hal yang menyebabkan munculnya keadaan genting yang memaksa, perppu sangat mungkin diterbitkan. Lain halnya dengan keadaan bahaya yang diatur dalam Pasal 12 UUD 1945.
“Jika presiden mau menyatakan negara dalam keadaan bahaya, ukurannya sudah ditentukan oleh undang-undang. Tak bisa lagi menggunakan hak subjektif presiden,” ungkap dia.
BACA JUGA: KPU RI Sambangi Pemkot Sukabumi Bahas Pemilu Serentak 2024
Kendati begitu, penerbitan perppu dengan hak subjektif presiden tersebut masih bisa diuji lewat political review maupun judicial review.
Baca Juga:Antisipasi Aksi Tawuran, Satpol PP Amankan Enam Pelajar SMKSekda Minta Nilai SPBE Meningkat Setiap Tahun
”Diuji secara politik artinya harus dibahas di DPR pada masa sidang berikutnya. Jika DPR setuju, terus berlaku. Kalau DPR tidak setuju, harus dicabut atau dibatalkan,” paparnya.
Sementara itu, judicial review dilakukan MK lewat uji materi maupun uji formal perppu tersebut. Mereka bisa membatalkan apabila menilai perppu yang diterbitkan itu bertentangan dengan konstitusi.
“Saya belum mempelajari apa yang mendasari rencana dikeluarkannya perppu tentang pilkada serentak. Nanti saya mencari info dulu ke DPR,” imbuh Mahfud.