5 Fakta Korupsi Pertamina Patra Niaga, Libatkan Banyak Petinggi Negara

Fakta Korupsi Pertamina
Fakta Korupsi Pertamina Patra Niaga
0 Komentar

SUKABUMI EKSPRES – Kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018–2023 tengah menjadi sorotan publik.

Setelah sebelumnya masyarakat dihebohkan dengan kabar pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite menjadi Pertamax, kini Kejaksaan Agung kembali mengungkap total kerugian negara yang disebut mencapai hingga Rp1 kuadriliun.

Hingga saat ini, kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan. Bahkan, Presiden RI Prabowo Subianto telah turun tangan dalam penanganannya. Diketahui pula bahwa jumlah tersangka telah bertambah dua orang, sehingga kini totalnya menjadi sembilan tersangka.

Baca Juga:Admin Aplikasi SEI Sudah Tidak Aktif Indikasi Kabur, Member Makin Resah Uangnya Tak Akan KembaliReview Lengkap Huawei Mate X6 Sebagai Ponsel Lipat Tercanggih yang Akan Masuk Indonesia

5 Fakta Korupsi Pertamina Patra Niaga

Untuk memahami lebih lanjut, berikut adalah 5 fakta terkait dugaan kasus korupsi Pertamina.

1. Modus Blending BBM

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap modus blending bahan bakar minyak (BBM) yang diduga merugikan negara hingga Rp193,7 triliun dalam kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018–2023.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa para tersangka mencampurkan BBM dengan kualitas lebih rendah agar dapat dijual dengan harga lebih tinggi.

Dalam pengadaan produk kilang, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, disebut melakukan pembelian BBM dengan nilai oktan (RON) 90 atau lebih rendah, tetapi membayarnya dengan harga setara RON 92. BBM tersebut kemudian diolah atau diblending di terminal penyimpanan agar memiliki kualitas setara RON 92, meskipun prosedur ini tidak diperbolehkan.

“Tersangka RS melakukan pembelian atau pembayaran untuk BBM RON 92, padahal yang sebenarnya dibeli adalah RON 90 atau lebih rendah. Kemudian, BBM tersebut dilakukan blending di depo untuk menjadi RON 92, dan hal ini bertentangan dengan ketentuan yang ada,” ungkap Abdul Qohar.

Selain itu, dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang, ditemukan fakta adanya markup kontrak pengiriman (shipping) yang dilakukan oleh tersangka RV, selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping. Akibatnya, negara mengeluarkan fee sebesar 13 hingga 15% secara melawan hukum, sehingga tersangka MKAR memperoleh keuntungan dari transaksi tersebut.

0 Komentar