Eks Pimpinan KPK Wajibkan Nonton Film Dirty Vote

laode-m-syarif.webp
Mantan Wakil Ketua KPK Muhammad Laode Syarif
0 Komentar

SUKABUMI EKSPRES— Eks Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif menyebut film Dirty Vote wajib ditonton.

“Wajib hukum-nya untuk ditonton,” kata Dosen Universitas Hasanuddin, Makassar itu, dikutip dari unggahannya di X, Senin (12/2/2024).

Film berdurasi satu jam 57 menit itux kata dia bakal membuka mata. Bagaimana kecurangan terjadi di Pemilihan Umum (Pemilu) 2025.

Baca Juga:Ma’ruf Amin Ajak Masyarakat Ciptakan Suasana KondusifRatusan Personel Gabungan Dikerahkan Jaga Keamanan Pemilu 2024

“Kalau mau melihat keculasan menjelang Pemilu dan hilangnya kompas moral dan etika pimpinan dan elit bangsa ini,” jelasnya.

Ia memperkenalkan, film yang diunggah di kanal YouTube Dirty Vote itu melibatkan empat orang sekawan.

Mereka di antaranya Dandhy Laksono sebagai sutradari. Kemudian tiga pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

“Film empat sekawan ini: @zainalamochtar @BivitriS @feriamsari dan Sang Sutradara @Dandhy_Laksono,” pungkasnya.

Diketahui film dokumenter eksplanatori di YouTube mencuri perhatian publik, Minggu (11/2/2024). Film “Dirty Vote” itu memaparkan indikasi relasi kebijakan dan instrumen kekuasaan dalam upaya pemenangan terhadap pasangan calon capres-cawapres tertentu.

Film yang dirilis pukul 11.11 WIB tersebut dibintangi tiga pakar hukum tata negara: Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Dalam film berdurasi 1 jam 57 menit itu, ketiganya bergantian menjelaskan berbagai upaya sistematis penguasa dalam memenangi Pemilu 2024.

Baca Juga:Pengendara Roda Dua Tewas Terlindas Truk di CisaatTindak Tegas Praktik Politik Uang di Masa Tenang Kampanye

Salah satunya terkait penunjukan 20 penjabat (Pj) gubernur dan 182 Pj bupati/wali kota. Feri menyebutkan, penunjukan itu tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan penunjukan Pj dilakukan secara transparan dan terbuka. Termasuk mendengar aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat daerah.

”Karena ini melanggar MK, Komisi Informasi Pusat (KIP), dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyatakan bahwa penunjukan penjabat itu telah melakukan maladministrasi,” ujar Feri.

Penunjukan Pj dengan sebaran daftar pemilih tetap (DPT) di daerah yang dipimpin Pj, yakni sebanyak 140 juta suara.

Angka DPT itu, ekuivalen dengan persentase 50 persen lebih suara pemilih. Atau syarat paslon untuk dapat memenangi pilpres satu putaran sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

”Syarat lain, yaitu harus memenangkan sebaran wilayah dari 20 provinsi,” ujarnya.(Arya/Fajar)

0 Komentar